وَلَخُلُوفُ فِيهِ أَطْيَبُ عِنْدَ اللَّهِ مِنْ رِيحِ الْمِسْكِ
“Sungguh bau mulut orang yang berpuasa lebih harum di sisi Allah daripada bau minyak kasturi.”
Untuk meminimalisir bau mulut, seringkali kita menyikat gigi dengan pasta gigi. Dalam kondisi berpuasa, apakah kita tetap boleh menyikat gigi dengan menggunakan pasta gigi? Apakah hal ini boleh disamakan dengan kebolehan bersiwak saat berpuasa? Mari kita kaji pembahasan ini bersama. Hukum Bersiwak Saat Berpuasa Syaikh Shalih al-Fauzan pernah ditanya tentang hukum bersiwak ketika sedang melakukan puasa Ramadhan. Beliau memaparkan, “Tidak diragukan lagi bahwa bersiwak merupakan ajaran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang dianjurkan. Bersiwak memiliki keutamaan yang besar.
Terdapat
berbagai riwayat shahih yang menunjukkan dianjurkannya bersiwak, dapat
kita lihat pada perbuatan maupun perkataan Nabishallallahu ‘alaihi wa
sallam.
Oleh karena itu, sudah seharusnya kita mengamalkan ajaran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ini. Hendaklah kita berusaha bersiwak, terlebih-lebih lagi pada saat diperlukan atau pada waktu yang disunnahkan untuk bersiwak, seperti sebelum berwudhu, ketika akan melaksanakan shalat, ketika hendak membaca al-Quran, ketika ingin menghilangkan bau mulut yang tak sedap, serta saat bangun tidur sebagaimana hal ini pernah dicontohkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Oleh karena itu, sudah seharusnya kita mengamalkan ajaran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ini. Hendaklah kita berusaha bersiwak, terlebih-lebih lagi pada saat diperlukan atau pada waktu yang disunnahkan untuk bersiwak, seperti sebelum berwudhu, ketika akan melaksanakan shalat, ketika hendak membaca al-Quran, ketika ingin menghilangkan bau mulut yang tak sedap, serta saat bangun tidur sebagaimana hal ini pernah dicontohkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Keadaan-keadaan
tadi merupakan saat yang ditekankan untuk bersiwak. Dan asalnya, siwak
itu disunnahkan di setiap waktu. Orang yang berpuasa pun dianjurkan
untuk bersiwak sebagaimana orang yang tidak berpuasa. Pendapat yang
tepat, bersiwak dibolehkan sepanjang waktu, dianjurkan untuk bersiwak di
pagi hari maupun di sore hari. Pendapat yang menyatakan tidak bolehnya
bersiwak di sore hari sebenarnya bukan berasal dari sabda Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam. Akan tetapi, yang tepat terdapat beberapa
perkataan sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang mengatakan,
رَأَيْتُ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- مَا لاَ أُحْصِى يَتَسَوَّكُ وَهُوَ صَائِمٌ
“Aku
pernah melihat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersiwak beberapa
kali hingga tidak dapat kuhitung banyaknya, meskipun saat itu beliau
sedang berpuasa.”
Oleh karena itu, bersiwak itu disunnahkan bagi orang yang berpuasa maupun yang tidak berpuasa. Namun dengan tetap menjaga agar jangan terlalu kasar (tergesa-gesa) ketika bersiwak karena bisa melukai mulut dan menyebabkan keluarnya darah, atau siwak bisa merusak sesuatu yang ada di mulut . Maka, wajib bagi orang yang terjadi semacam itu untuk mengeluarkan darah atau siwak tersebut dari mulutnya.
Oleh
karena itu, hendaklah seseorang bersiwak dengan perlahan-lahan. Jika
Siwaknya Memiliki Rasa Sebuah pertanyaan disampaikan kepada Syekh
Abdullah bin ‘Abdurrahman al-Jibrin, “Apakah bersiwak dengan siwak yang
memiliki rasa membatalkan puasa?” Syaikh Abdullah bin ‘Abdurrahman
al-Jibrin menyampaikan jawaban, “Bersiwak boleh dilakukan saat berpuasa,
dan hukumnya disunnahkan di setiap waktu. Banyak ulama yang memakruhkan
bersiwak bagi orang yang berpuasa setelah waktu zawal (tergelincirnya
matahari ke barat).
Mereka
berpendapat demikian karena bersiwak menyebabkan hilangnya bau mulut
yang baunya di sisi Allah bagaikan wangi misk. Para ulama yang meneliti
lebih jauh menguatkan pendapat bahwa bersiwak saat berpuasa tidaklah
makruh, bahkan dianjurkan untuk bersiwak di pagi dan sore hari. Adapun
jika siwak tersebut memiliki rasa, maka wajib bagi orang yang bersiwak
untukmembuang ludahnya ke tanah atau menyekanya dengan sapu tangan.
Secara umum, sesungguhnya rasa itu hanya ada di kulit siwak dan tidak
selamanya akan ada pada siwak tersebut.
Adapun
jika siwak tersebut berasa seperti rasa salah satu jenis sayuran atau
yang semisalnya, dari segi bahwa rasanya dapat terkecap dengan ludah,
maka wajib bagi orang yang bersiwak tersebut untuk memuntahkan air
liurnya tadi, karena jika dia sengaja menelan sesuatu dan mengecap
rasanya maka puasanya batal. Wallahu
a’lam.
فَالآنَ بَاشِرُوهُنَّ وَابْتَغُواْ مَا كَتَبَ اللّهُ لَكُمْ وَكُلُواْ وَاشْرَبُواْ حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ الأَبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الأَسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِ ثُمَّ أَتِمُّواْ الصِّيَامَ إِلَى الَّليْلِ
Ayat ini menunjukkan bahwa di saat tidak puasa diizinkan untuk berhubungan intim dengan istri. Maka bisa dipahami bahwa puasa haruslah menahan diri dari berhubungan intim dengan istri, makan dan minum.”
بَالِغْ فِى الاِسْتِنْشَاقِ إِلاَّ أَنْ تَكُونَ صَائِمًا
a’lam.
Dari
fatwa beliau tersebut, dapat dipahami bahwa alasan tidak bolehnya
menggunakan siwak yang memiliki rasa saat berpuasa adalah karena rasa
dari siwak tersebut bisa terkecap oleh ludah dan akhirnya tertelan masuk
ke tenggorokan. Padahal, telah kita ketahui bersama bahwa menelan
makanan dan minuman ke dalam kerongkongan dengan sengaja termasuk salah
satu pembatal puasa.
Dalam
kitab Haqiqatush Shiyam, pada Pasal “Hal-hal yang Membatalkan Puasa dan
yang Tidak Membatalkan Puasa”, Syaihul Islam Ibnu Taimiyyah menyatakan,
“Pembatal-pembatal puasa ada yang berdasarkan nash dan ijma’
(kesepakatan para ulama), yaitu: makan, minum, dan berjima’ (hubungan
intim dengan istri). Allah Ta’ala berfirman,
فَالآنَ بَاشِرُوهُنَّ وَابْتَغُواْ مَا كَتَبَ اللّهُ لَكُمْ وَكُلُواْ وَاشْرَبُواْ حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ الأَبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الأَسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِ ثُمَّ أَتِمُّواْ الصِّيَامَ إِلَى الَّليْلِ
‘Maka
sekarang campurilah mereka dan ikutilah apa yang telah ditetapkan Allah
untukmu, serta makan dan minumlah hingga terang bagimu benang putih
dari benang hitam (yaitu fajar). Kemudian, sempurnakanlah puasa itu
sampai (datangnya) malam….’(QS. Al-Baqarah: 187)
Ayat ini menunjukkan bahwa di saat tidak puasa diizinkan untuk berhubungan intim dengan istri. Maka bisa dipahami bahwa puasa haruslah menahan diri dari berhubungan intim dengan istri, makan dan minum.”
Hukum
Menggunakan Pasta Gigi Saat Berpuasa Dalam hal ini, Syaikh ‘Abdul ‘Aziz
bin ‘Abdillah bin Baz ditanya, “Apakah seseorang yang berpuasa boleh
menggunakan pasta gigi padahal dia sedang berpuasa di siang hari?”
Beliau menjawab, “Melakukan seperti itu tidaklah mengapa selama tetap
menjaga sesuatu agar tidak tertelan di kerongkongan. Sebagaimana pula
dibolehkan bersiwak bagi orang yang berpuasa baik di pagi hari atau sore
harinya.”
Pertanyaan
yang serupa juga pernah disampaikan kepada Syaikh Muhammad bin Shalih
al- Utsaimin, “Apa hukum menggunakan pasta gigi bagi orang yang berpuasa
di siang hari bulan Ramadan?” Beliau menjelaskan, “Penggunaan pasta
gigi bagi orang yang sedang berpuasa tidaklah mengapa jika pasta gigi
tersebut tidak sampai masuk ke dalam tubuhnya (tidak sampai ia telan,
pen). Akan tetapi, yang lebih utama adalah tidak menggunakannya karena
pada pasta gigi terdapat rasa yang begitu kuat yang bisa jadi masuk ke
dalam perut seseorang tanpa dia sadari.
Oleh karena itu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepada Laqith bin Shobroh,
بَالِغْ فِى الاِسْتِنْشَاقِ إِلاَّ أَنْ تَكُونَ صَائِمًا
“Bersungguh-sungguhlah dalam beristinsyaq (memasukkan air ke dalam hidung), kecuali bila engkau sedang berpuasa.”
Dengan
demikian, yang lebih utama bagi orang yang sedang berpuasa adalah tidak
menggunakan pasta gigi. Waktu untuk menggunakan pasta gigi sebenarnya
masih bisa di waktu lainnya. Jika orang yang berpuasa tersebut tidak
menggunakan pasta gigi hingga waktu berbuka, maka berarti dia telah
menjaga dirinya dari perkara yang dikhawatirkan merusak ibadah
puasanya.”
Fatwa
darul ifta Mesir no 1199, jawaban mufti agung Prof. Dr. Ali Jum’ah
Muhammad, seputar hukum menyikat gigi dengan pasta gigi ketika sedang
berpuasa. Beliau berkata: diperbolehkan menggunakan air dan pasta gigi
untuk membersihkan gigi ketika sedang berpuasa selama air atau pasta
gigi itu tidak masuk ke dalam rongga tubuh. Hal itu karena puasa
seseorang dianggap batal jika ada sesuatu yang masuk ke dalam rongga
badannya melalui lubang terbuka.
Sebaiknya
orang yang berpuasa melakukan hal itu pada saat tidak berpuasa guna
menjauhkan dan menghindari keraguan dan bisikan setan. Wallahu a’lam
Kesimpulan
• Bersiwak disunnahkan untuk dilakukan dalam keadaan apa pun, baik sedang berpuasa ataupun tidak.
• Hukum menggunakan sikat gigi dianalogikan (diqiyaskan) dengan hukum menggunakan siwak.
• Hukum menggunakan sikat gigi dengan pasta gigi dianalogikan (diqiyaskan) dengan hukum menggunakan siwak yang memiliki rasa.
• Pada asalnya, hukum menggunakan sikat gigi dengan pasta gigi saat berpuasa adalah boleh. Namun untuk lebih berhati-hati dari tertelannya pasta gigi ke dalam kerongkongan, maka sebaiknya pasta gigi tidak digunakan ketika puasa, bisa ditunda setelah waktu berbuka tiba atau sebelum masuk waktu shubuh. Sebagai gantinya, ketika sedang berpuasa, sebaiknya menyikat gigi dilakukan tanpa memberikan pasta gigi pada sikat gigi. Wallahu a’lam.
• Bersiwak disunnahkan untuk dilakukan dalam keadaan apa pun, baik sedang berpuasa ataupun tidak.
• Hukum menggunakan sikat gigi dianalogikan (diqiyaskan) dengan hukum menggunakan siwak.
• Hukum menggunakan sikat gigi dengan pasta gigi dianalogikan (diqiyaskan) dengan hukum menggunakan siwak yang memiliki rasa.
• Pada asalnya, hukum menggunakan sikat gigi dengan pasta gigi saat berpuasa adalah boleh. Namun untuk lebih berhati-hati dari tertelannya pasta gigi ke dalam kerongkongan, maka sebaiknya pasta gigi tidak digunakan ketika puasa, bisa ditunda setelah waktu berbuka tiba atau sebelum masuk waktu shubuh. Sebagai gantinya, ketika sedang berpuasa, sebaiknya menyikat gigi dilakukan tanpa memberikan pasta gigi pada sikat gigi. Wallahu a’lam.
CAR,HOME DESIGN,FOREX,HOSTING,HEALTH,SEO